Daftar Blog Saya

Sabtu, 24 Maret 2012

Kajian sisi lain maksiat: Refleksi Mabok Minuman Keras Terhadap Ke-Tuhan-an

9 Desember 2011 pukul 20:22 

Maksiat? Hal itu tentu saja selalu dianggap hal yang negatif dan perbuat yang tidak benar. Dalam pandangan agama maksiat dipandang perbuatan yang berdosa. Dalam agama tentu banyak dalil-dalil yang melarang perbuatan maksiat, yang tak perlu disebutkan atau dicontohkan karena, tentu terlalu banyak.

Di dalam segala sisi buruk maksiat, yang dilarang agama. Hampir setiap orang tidak menyadari refleksi positifnya terhadap ke-Tuhan-an. Untuk membuktikannya, memang diperlukan kajian yang benar-benar harus bijak. Dalam hal ini, akan dibahas maksiat; refleksinya terhadap ketuhanan. Khususnya dalam 'minum-minuman keras' ; apa ada refleksi positif minuman-minuman keras terhadap ketuhan.

Minuman keras, dipandang sebagai barang haram dan bahkan diatur oleh hukum. Perbuatan meminuman-minuman keras dinilai perbuatan berdosa, dan melanggar hukum. Namun dibalik segala sisi buruknya, hal itu mengandung sisi lain yang positif; dalam refleksinya terhadap ketuhanan.

Ketika orang berminuman keras, tidak semua berujung pada efek kejahatan. Karena ternyata banyak juga, orang-orang yang mabok-mabokan(meminum minuman keras) yang disitu; dalam keadaan maboknya tersemat diskusi-diskusi ngalor-ngidul, dari mulai hal kecil hingga kepolitik bahkan mendiskusikan hal yang bersifat ketuhanan. Dalam diskusi itu, mereka mengutarakan pendapatnya tentang ketuhan. Bahkan hingga karena diskusi itu, keyakinannya terhadap tuhan menjadi lebih kuat.

Mungkin jika hanya menghasilkan diskusi ketuhanan saja, masih dianggap biasa. Namun, masih ada hal lainnya. Mereka yang setelah mabok, mengalami perenungan tersendiri. Dan kemudian, mencapai pemikiran rasa bersalah, dan kembali dalam pangkuan; jalan tuhan (tobat). Dari pembeberan tersebut, dapat dilihat sisi positif dari maksiat; refleksi maksiat terhadap ketuhan. Hanya saja, bagaimana mereka yang ber-'maksiat', menyadari hal itu. Dan yang telah menyadari hal itu, agar tidak kembali lagi pada perbuatan dan dunia yang kelam itu(bermaksiat).

Penulis minta maaf.

Kendala Menuju Revolusi Indonesia


13 Desember 2011 pukul 21:20 ·

Sebuah 'revolusi' terasa begitu sulit di negeri ini; banyak pemikiran yang masih terbelenggu 'syukur' atas apa yang ada, dan masih berputarnya individu; sebagai objek perubahan itu sendiri, pada kepentingan masing-masing. Kemudian mengakibatkan sulitnya 'revolusi' di negeri ini.

Setelah 'reformasi' di Indonesia, dinilai telah gagal memperbaiki sistem yang ada pada Indonesia. Sekarang ini, sebagian kalangan mulai menghendaki adanya sebuah 'revolusi'. Revolusi adalah perubahan secara menyeluruh yang terjadi dalam kurun waktu singkat; perubahan tersebut mencakup atas sampai bawah dari segala aspek dan sistem yang ada. Indonesia, kini mungkin telah beranjak pada proses keinginan untuk revolusi; bunuh dirinya seorang Mahasiswa, di depan istana merdeka sebagai ungkapan kekecewaan pada pemerintahan, adalah salah satu contoh, sebuah keinginan menyulut semangat revolusi.

Namun revolusi di Indonesia pun terasa sulit untuk dicapai. Ketika pikiran rakyatnya, masih terpenjara dalam rasa syukur atas apa yang ada tanpa berpikir apa yang salah. Menjadikan rakyat Indonesia kabur untuk berpikir meraih revolusi. Revolusi yang merupakan perubahan menyeluruh pun tentu memerlukan 'kita'; rakyat indonesia, sebagai bagian yang harus juga berubah. Namun dalam kata 'kita' sangat sulit untuk berubah. Kata 'kita' adalah bentuk jamak dari individu. Senyatanya individu-individu rakyat Indonesia pun masih berputar pada kepentingannya sendiri. Sehingga dalam keadaan, ketika seorang individu itu diuntungkan sistem yang ada, mereka enggan untuk menghendaki revolusi tersebut.

Permainan pemerintah, yang juga telah merambat pada tokoh masyarakat lainnya, juga jelas membungkam pikiran menghendaki adanya revolusi. Karena masih berat dalam istilah 'balas budi'. Pemahaman akan pentingnya sebuah pergerakan sebagai pendobrak perjuangan untuk perubahan, pun telah memudar. Rakyat Indonesia hanya menghendaki 'perdamaian', meskipun nyatanya ada dalam belenggu penderitaan.


#Penulis hanya orang awam

Cerita Atas Diri Ku



Samirono, 21 November 2011

Dinding-dinding  dalam hawa dingin
Jendela seakan menari dan pintu bernyanyi
Lantunkan sebuah lagu, untuk sebuah layar
Yang telah lelah karena hadapi tekanan

Poster-poster di dinding dingin itu membisu
Menatap dengan tanya besar pada tumpukan buku-buku
Yang  duduk manis di atas sebuah kardus
Kemudian memalingkan pandangannya  karena malu
Karena malu kepada tas yang menertawakannya

Pena pun perlahan berjalan
Bersama sisa tinta yang ia punya
Perlahan mencoba ucapkan kata pada secarik kertas

Ketika belum usai kata-katanya, tintanya habis
Secarik kertas pun menangis, mengadu pada sajadah
Sedang sajadah pun, sedang dalam rindu

Wajah ini menatap cermin
Botol-botol itu masih saja menyapa
Bersama sebatang  bara yang menarikan asap
Tak ku mau dia mati
Karena aku letih di sini, karena aku dambakan teriakan
Yang telah lama pergi, yang telah lama hilang
Pergi  tinggalkan ku, hilang tinggalkan kisah kita

Saat tangis itu tiada
Kini aku harap tawa itu kembali
Saat cinta pun telah lama mati
Ku harap mampu tuk kembali hidup

Aku perindu, brselimut tirai panggung sandiwara
Yang merindukan semunya, yang ingin semua kembali
Aku memang gelisah, resah melawan cahaya bulan
Aku memang terdiam, diam menahan hasrat tuk lari

Kau pun tau, aku sepi
Hingga ku berdansa bersama sedih dan sesal
Kau pun tau, aku tak mampu dinginkan hati
Hingga aku selalu mengigau di tengah hayalan

Seumpama malam, kita pun menanti mentari
Namun kita pun awan, terlihat indah ketika mentari itu tenggelam

Pasir-pasir itu pun
Mungkin rindukan tapak kaki kita
Ombak itu pun
Mungkin menunngu kita, rindu menerpa kita
Manampah tubuh kita, yang merebah di sana
Angin dan rumput di sana pun
Masih berdendang, berdansa, menunggu kita kembali
Mereka pun bercerita ats diri ku

Tatapan Pemimpi



Samirono,21 Novemer 2011

Dalam tatapan mereka bersuara
Dalam tatapan hasrat mereka ingin menerkam
Tatapan mereka pun siratkan rintihan akan rasa lapar
Cahaya mata mereka lukiskan sejuta harapan

Ketika sebuah janji yang pernah terdengar
Merisaukan ketentraman hati mereka
Tatapan itu kabarkan suara dalam kebisuan
Tatapan itu, pun penantian yang tak kunjung datang

Mata mereka menatap kabut mimpi
Ketika pengidupan mereka terenggut dalam keserakahan
Ketika tatapan mereka pun tak pernah terlihat
Tatapan itu adalah tatapan pemimpipi

Bait-bait doa dalam sujud menatap pilu
Semoga yang dipuja disana mengerti
Agar yang tertawa disana memahami

Mata Kamera



Samirono, 21 November 2011

Aku lebur dalam persemayaman
Membiarkan tatapan berlalu tanpa seucap kata
Aku hening dalam belahan keramaian
Ketika aku terdiam, raut itu masih ada
Membekas dalam rekaman, terlukis dalam bayangan
Aku pun bagai mata kamera, ketika ku rasakan cinta

Sahabat Sepi



Kau hanyalah bara asap
Terus menerus secara perlahan, kau;
Membuat ku semakin kurus
Namun hilang mu, pun sepi bagi ku

Harapan Di Tanah Kecil dan Sahabat Sepi

22 Februari 2012 pukul 17:56

Di tanah keci yang tua
Bersemayamlah kalbu-kalbu bisu
Sisa keramaian hanya palsu
Aku hanya ingin;
Utuk merangkul dan melingkar

Aku hanya debu
Bahkan lebih kecil dari butir pasir
Sejenak aku ingin gila
Di saat kepedulian kering
Di saat taman kesatuan pun tandus


Estetika Periode Dogmatis


22 Februari 2012 pukul 17:58

Estetika adalah cabang Filsafat yang mempersoalkan seni dan keindahan. Istilah estetika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata aistheis yang berarti hal-hal yang bisa dicerap oleh indrawi; atau pencerapan indrawi, atau juga bisa diartikan perasaan atau sensitivitas. Hal ini memang karena keindahan erat sekali hubungannya dengan selera perasaan atau yang dalam bahasa Inggris “taste”.
Estetika pada sejak zaman Yunani purba dikenal dengan berbagai nama seperti filsafat seni, filsafat keindahan, filsafat citarasa, dan filsafat kritisisme. Istilah estetika sendiri baru lahir atau diperkenalkan pada abad XVIII, adapun Alexander Gottlieb Baumgarten(17 Juli 1714-26 Mei 1762 seorang filsur Jerman, yang pertama kali memperkenalkan nama Estetika; sebagai ilmu pengetahuan indrawi yang tujuannya keindahan, lewat karyanya yang berjudul  Aesthetica acromatica (1750-1758). Baumgarten sangat berjasa dalam bidang estetik, karena beliaulah yang memperkenalkan istilah “Aesthetica” atau estetika. Baumgarten juga yang mengangkat esteika sehingga tidak lagi merupakan cabang dalam Metafisika; estetika pada awalnya hanya dianggap merupakan cabang dari Metafisika. Estetika kini sederajat dengan metafisika dan cabang ilmu lainnya. Selain itu Baumgarten juga mengarang buku yang berjudul “Aesthetica”, yang terdiri dario 2 jilid. Meskipun buku ini belum selesai ditulis Baumgarten, namun sangat memiliki andil yang sangat besar dalam perkembangan estetika.
Dilihat dari segi historis maka estetika  merupakan perkembangan dari Filsafat Keindahan. Namun pemikiran orang mengenai keindahan sudah ada sejak dulu kala. Maka, keindahan adalah objek dari estetika. Keindahan dipandang sebagai salah satu nilai yang senantiasa selalu dikejar oleh manusia, di samping nilai-nilai lain (nilai kebenaran, nilai kebajikan, dan nilai kekudusan).
Perkembangan atau Pertumbuhan Estetika
Pertumbuhan/perkembangan estetika secara garis besar dapat di bedakan dalam tiga periode, yaitu: 1. Periode dogmatis. 2. Periode kritis. 3. Periode positif. Namun disini akan dikhususkan pada pembasan periode dogmatis; yang menjadi tonggak dalam peride dogmatis ini adalah Socrates, Plato, Aristoteles, dan Baumgarten.
  1. Socrates (469-399 SM)
Socrates adalah seorang perintis yang meletakan batu pertama bagi fundamental estetika, sebelum ilmu itu diberi nama. Socrates memberi petunjuk kepada pemahat dan pelukis tentang bagaimana meletakkan keindahan, karena Socrates sendiri adalah anak dari seorang pemahat yang bernama Sophroniscos.
Socrates berpendapat bahwa keindahan dapat dijelmakan melalui gerakan-gerakan tangan. Dengan gerakan tangan dapat ditembus sifat-sifat keragaan, sehingga dapat diperoleh keindahan yang bersifat kejiwaan. Menurut Socrates raga hanyalah pembungkus keindahan; keindahan yang sejati ada dalam kejiwaan.
Untuk mencapai keindahan yang sejati manusia harus dapat menebus roh dengan perantara gerakan tangan. Jalan pikiran yang dipergunakan Socrates dalam mencari hakekat keindahan mengginakan dialektika”. Socrates berpendapat bahwa keindahan terdapat di mana-mana: pada tumbuhan, hewan, dan sebagainya; tapi diatas itu semua berdiri “keindahan pribadi’ yang bersifat abstrak.

  1. Plato (427-347 SM)
Menurut Plato keindahan absolut merupakan sumber dari segala penyempurnaan dari pada segala keindahan. Menurut Plato “cinta” adalah merupakkan keindahan yang ideal, yang akan mengantarkan kita pada keindahan absolut. Cinta ciptaan plato ini disebut cinta platonis, yaitu cinta yang tanpa pamrih. Cinta mempunyai sifat tahan uji, terlepas dari tercapai atau tidaknya cibta tersebut; di satu pihak cinta itu timbul dari keinginan untuk mencapai dan memiliki suatu hal, di lain pihak cinta juga cinta timbul dari adanya harapan, meskipun tidak dapat mencapai atau memilikinya.
Menurut plato ada 4 tahap cinta: pertama cinta pada kepada bentuk-bentuk indrawi, yang kemudian disusul dengan cinta kepada jiwa manusia, kemudian cinta dalam menuntut pengetahuan dan akhirnya kecintaan dalam mencapai idea. Atau dalam kata lain ada 4 bentuk kindahan, yaitu:
  1. Keindahan Jasmani
  2. Keindahan Moral
  3. Keindahan akal
  4. Keindahan Mutlak
          Plato berpendapat bahwa seni tertinggi adalah musik, karena musik memiliki kedudukan yang mutlak dalam negara, yaitu dapat memiliki pengaruh dalam bidang moral dan politik. Sementara seni-seni yang lainnya dipandang merupakan suatu bahaya, karena hanya memperhatikan apa yang ada dalam angan-angan. Plato menolak perkembangan seni yang mengandung perubahan-perubahan. Masalah pokok seni menurut plato adalah melanjutkan dan mengejawatkan kembali hasil karya seni nenek moyang. Perubahan hanyalah akan merendahkan ciptaan nenek moyang yang sebetulnya merupakan bentuk-bentuk keindahan yang absolut/ilahi.
Plato berpenpendapat bahwa sei adalah tiruan yang kedua. Misalkan pelukis yang melukis burung, itu hanya tiruan dari burung yang dilihatnya, sedangkan burung yang dilihatnya itu hanya tiruan dariyang ada dalam dunia idea. Menurut Plato, seni itu tidak begitu penting, kendati karya-karya tulisannya merupakan karya seni sastra yang tidak tertandingi sampai sekarang. Hal ini juga yang kemudian dibantah oleh muridnya Aristoteles
  1. Aristoteles (384-322)
Menurut Aristoteles, keindahan terdiri dari keserasian bentuk yang setinggi-tingginya. Ia tidak mementingkan pemandangan manusia seperti apa adanyadi dalam kenyataan tapi menurut sebagaimana seharusnya. Idea keindahan adalah gambaran dari roh manusia dan keindahan itu bersatu padu dengan akal manusia. Oleh karena itu seni adalah kemampuan menciptakan sesuatu hal atas pimpinan akal.
Hubungan Seni dan Alam
Menurut Aristoteles, seni merupakan tiruan dari alam, tetapi sebenarnya di luar dari alam. Ciri khas seni adalah mengupas alam dari hakekat yang sebenarnya. Menurunkan manusia atau meninggikannya, dan ia merupakan imitasi.
Aristoteles berpendapat bahwakarakter-karakter seniharus tampak lebih baik dari kenyataannya, sehingga karena keindahannya yang luar biasa seolah-olah tidak nyata. Seni itu harus sederhana, sehingga seni itu harus mencari kebaikan dan kesempurnaan. Kedua-duanya ini mencari keaslian dalam sifatnya yang universal dan mutlak (menuju keindahan yang mutlak). Keindahan sebagai sesuatu yang lebih baik juga menyenangkan.
  1. Alexander gottlieb Baumgarten (1714-1762)
Baumgarten adalah filsuf dari Jerman yang mengikuti pendapat Leibiniz (1646-1716).
Baumgarten menbedakan pengetahuan menjadi dua macam, yaitu:
  1. Pengetahuan intelektual
  2. Pengetahuan inderawi
          Pengetahuan intelektual disebut juga pengetahuan tegas, sedangkan pengetahuan inderawi dianggap sebagai pengetahuan yang kabur.
Menurut Baungarten, estetika adalah pengetahuan tentang inderawi yang tujuannya adalah keindahan. Tujuan daripada keindahan adalah menyenangkan dan menimbulkan keinginan. Manifestasi keindahan tertinggi tercermin pada alam, maka tujuan utama dari seni adalah mencontoh dari alam.
Jasa-jasa Baumgarten dalam dunia estetika adalah:
  1. Sebagaimana tadi dikelaskan diatas, dialah yang memperkenalkan istilah Aesthetica. Kemudian mengangkatnya menjadi cabang tersendiri dari filsafat. Pada mulanya istilah Aesthetica tidak disambut olehpara cendikiawan, bahkan ada yang mengecamnya sebagai istilah yang tolol dan tak berguna. Sekarang ini estetika mempunyai kedudukan yang kokoh dan meliputi study filsafat maupun ilmiah.
  2. Mengarang buku yang berjudul “Aesthetica” sebanyak dua jiid.
Walaupun buku tersebut belum selesai ditulis, tetapi mempunyai pengaruh yang besar dalam pertumbuhan dan perkembangan estetika di saat itu.

Baumgarten mengemukakan adanya tiga kesempurnaan yang ada dalam dunia ini:
  1. Kebenaran: kesempurnaan yang diperoleh dengan perantara rasio
  2. Kebaikan: kesempurnaan yang diperoleh dengan moral
  3. Keindahan: kesempurnaan yang diperoleh dengan indera

Periode dogmatis ini adalah periode pertama dalam sejarah perkembangan estetika. Menurut para tokoh-tokoh di periode ini seni merupakan sebuah tiruan(imitasi). Dan keindahan yang mutlak adaah keindahan yang telah mencapai roh/kejiwaan.


Daftar pustaka:
Pustaka utama: Parmono, kartini, Estetik(Filsafat keindahan), Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta, 1982
Pustaka pendukung: Sacrhari, Agus,Estetika; makana, simbol dan daya, Penerbit ITB(ITB Press), Bandung, 2002
Hendrik Rapar, Jan, Pengantar Filsafat, Kanisius,Yogyakarta, 1996

Soal Hidup

6 Maret 2012 pukul 16:46


Ini adalah hidup
bukan hanya sekedar celotehan, atau perdebatan
aku pun tak urusan; apa ideologi ku
ini hidup, bukan selembar puisi dan rangkaian kata
aku pun tak ingin lelah, membahas panjang lebar kebenaran
sementara, kau paksakan kebenaran mu; dan ku lari dari nurani ku sendiri
ini adalah hidup
ketika kita dipaksa tak bisa berdusta
kala lapar, kita butuh makan
sementara, kau paksa aku untuk berkewajiban
hak ku pun kau renggut dengan celoteh mu yang tak masuk akal

Tragedi

 15 Maret 2012 pukul 10:03


Ku lihat mayat-mayat itu terkapar
Ditemani derai tangis yang membanjiri luka
Darah dan air mata menyatu; menyatu sebagai kepedihan

Manusia yang terlahir di atas dunia
Membawakan senyum, bahagia, rindu dan sedikit diwarnai kecewa
Kini tak lagi bernafas; terenggut tangan halus
Mereka menjadi korban perang; perang melawan dunia dan hidup yang kejam
Bahkan mereka pun tak bisa lari dan menghindar
Untuk melawan takdir tuhan

Sungguh, mereka hanyalah manusia yang tak berdaya
Bertempur melawan waktu, dan bertarung dengan pikiran
tiada henti

Pertarungan dalam dunia
Membawa dan menyeret kita pada kegelapan
Hingga sampai kita tak tau lagi seperti apa cahaya
Karna kita selalu berada serta melihat gelap dan gelap

Problema Dalam Sangkar


Mastono, 15 Maret 2012 pukul 10:09 ·

seuntai cerita hidup dari seorang pemimpi

meski, tak bisa lagi ku lihat alam dari luar jendela
namun, aku bisa bahagia bersama pena
untuk mencumbu kesucian secarik ketas putih yang lugu
karena pula, hanya dalam mimpi damai ku

Dan ku biarkan rindu, hanya menjadi sepenggal masa lalu
bukan karena ku tak peduli pada rumput yang menari
juga pula pada burung-burung yang bernyanyi
tapi, karena aku kini dalam sangkar berjeruji baja

Menembus Batas Pertanyaan

Menembus Batas Pertanyaan

                         24 Maret 2012 pukul 5:54 ·

seberapa kau kuat singgah di sana,
diam dan sendiri mendengar sepi berbicara?

jalan itu pernah aku lalui
bersama sayap-sayap yang tak pernah patah
di mana lagi kini mimpi mu melayang terbang?
takkah kunjung temui peraduan yang menentramkan,
agar cepat kembali?

taman itu kini kesepian
menanti kita pulang, lewati kembali lorong kesaksian

tawa mu di sana, menari-nari dalam senyum kecil ku
menikmati kerahamahan gubuk tua di tepian sawah
bukankah itu bukan hanya romantisme belaka,
yang membalut luka kita dengan kenangan indah?

pagi ini burung tak lagi berkicau
mentari pun begitu lama menampakkan raut wajahnya

masih tumbuh atau layukah bunga kita?
aku lupa seperti apa wangi, dan kelembutan kelopaknya?
aku pun tak tau, apa dia masih sudi ku sentuh?

lalu di mana kita mengaduk kopi?
di atas jembatan, dan memetik alunan gitar
lalu kita bernyanyi, lupakan dosa dari segelas minuman?
kau pastilah mengerti, bukan cuma itu tentang kita
bukan pula seuntai kisah di warung seorang nenek tua

barisan bait sajak kita telah lama tak terbaca
begitupun cacatan kecil hari istimewa yang telah lama hilang
tapi, bukankah kita tak sebatas yang tertulis?
kita adalah jawaban dari semua pertanyaan kita