Daftar Blog Saya

Sabtu, 24 Maret 2012

Estetika Periode Dogmatis


22 Februari 2012 pukul 17:58

Estetika adalah cabang Filsafat yang mempersoalkan seni dan keindahan. Istilah estetika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata aistheis yang berarti hal-hal yang bisa dicerap oleh indrawi; atau pencerapan indrawi, atau juga bisa diartikan perasaan atau sensitivitas. Hal ini memang karena keindahan erat sekali hubungannya dengan selera perasaan atau yang dalam bahasa Inggris “taste”.
Estetika pada sejak zaman Yunani purba dikenal dengan berbagai nama seperti filsafat seni, filsafat keindahan, filsafat citarasa, dan filsafat kritisisme. Istilah estetika sendiri baru lahir atau diperkenalkan pada abad XVIII, adapun Alexander Gottlieb Baumgarten(17 Juli 1714-26 Mei 1762 seorang filsur Jerman, yang pertama kali memperkenalkan nama Estetika; sebagai ilmu pengetahuan indrawi yang tujuannya keindahan, lewat karyanya yang berjudul  Aesthetica acromatica (1750-1758). Baumgarten sangat berjasa dalam bidang estetik, karena beliaulah yang memperkenalkan istilah “Aesthetica” atau estetika. Baumgarten juga yang mengangkat esteika sehingga tidak lagi merupakan cabang dalam Metafisika; estetika pada awalnya hanya dianggap merupakan cabang dari Metafisika. Estetika kini sederajat dengan metafisika dan cabang ilmu lainnya. Selain itu Baumgarten juga mengarang buku yang berjudul “Aesthetica”, yang terdiri dario 2 jilid. Meskipun buku ini belum selesai ditulis Baumgarten, namun sangat memiliki andil yang sangat besar dalam perkembangan estetika.
Dilihat dari segi historis maka estetika  merupakan perkembangan dari Filsafat Keindahan. Namun pemikiran orang mengenai keindahan sudah ada sejak dulu kala. Maka, keindahan adalah objek dari estetika. Keindahan dipandang sebagai salah satu nilai yang senantiasa selalu dikejar oleh manusia, di samping nilai-nilai lain (nilai kebenaran, nilai kebajikan, dan nilai kekudusan).
Perkembangan atau Pertumbuhan Estetika
Pertumbuhan/perkembangan estetika secara garis besar dapat di bedakan dalam tiga periode, yaitu: 1. Periode dogmatis. 2. Periode kritis. 3. Periode positif. Namun disini akan dikhususkan pada pembasan periode dogmatis; yang menjadi tonggak dalam peride dogmatis ini adalah Socrates, Plato, Aristoteles, dan Baumgarten.
  1. Socrates (469-399 SM)
Socrates adalah seorang perintis yang meletakan batu pertama bagi fundamental estetika, sebelum ilmu itu diberi nama. Socrates memberi petunjuk kepada pemahat dan pelukis tentang bagaimana meletakkan keindahan, karena Socrates sendiri adalah anak dari seorang pemahat yang bernama Sophroniscos.
Socrates berpendapat bahwa keindahan dapat dijelmakan melalui gerakan-gerakan tangan. Dengan gerakan tangan dapat ditembus sifat-sifat keragaan, sehingga dapat diperoleh keindahan yang bersifat kejiwaan. Menurut Socrates raga hanyalah pembungkus keindahan; keindahan yang sejati ada dalam kejiwaan.
Untuk mencapai keindahan yang sejati manusia harus dapat menebus roh dengan perantara gerakan tangan. Jalan pikiran yang dipergunakan Socrates dalam mencari hakekat keindahan mengginakan dialektika”. Socrates berpendapat bahwa keindahan terdapat di mana-mana: pada tumbuhan, hewan, dan sebagainya; tapi diatas itu semua berdiri “keindahan pribadi’ yang bersifat abstrak.

  1. Plato (427-347 SM)
Menurut Plato keindahan absolut merupakan sumber dari segala penyempurnaan dari pada segala keindahan. Menurut Plato “cinta” adalah merupakkan keindahan yang ideal, yang akan mengantarkan kita pada keindahan absolut. Cinta ciptaan plato ini disebut cinta platonis, yaitu cinta yang tanpa pamrih. Cinta mempunyai sifat tahan uji, terlepas dari tercapai atau tidaknya cibta tersebut; di satu pihak cinta itu timbul dari keinginan untuk mencapai dan memiliki suatu hal, di lain pihak cinta juga cinta timbul dari adanya harapan, meskipun tidak dapat mencapai atau memilikinya.
Menurut plato ada 4 tahap cinta: pertama cinta pada kepada bentuk-bentuk indrawi, yang kemudian disusul dengan cinta kepada jiwa manusia, kemudian cinta dalam menuntut pengetahuan dan akhirnya kecintaan dalam mencapai idea. Atau dalam kata lain ada 4 bentuk kindahan, yaitu:
  1. Keindahan Jasmani
  2. Keindahan Moral
  3. Keindahan akal
  4. Keindahan Mutlak
          Plato berpendapat bahwa seni tertinggi adalah musik, karena musik memiliki kedudukan yang mutlak dalam negara, yaitu dapat memiliki pengaruh dalam bidang moral dan politik. Sementara seni-seni yang lainnya dipandang merupakan suatu bahaya, karena hanya memperhatikan apa yang ada dalam angan-angan. Plato menolak perkembangan seni yang mengandung perubahan-perubahan. Masalah pokok seni menurut plato adalah melanjutkan dan mengejawatkan kembali hasil karya seni nenek moyang. Perubahan hanyalah akan merendahkan ciptaan nenek moyang yang sebetulnya merupakan bentuk-bentuk keindahan yang absolut/ilahi.
Plato berpenpendapat bahwa sei adalah tiruan yang kedua. Misalkan pelukis yang melukis burung, itu hanya tiruan dari burung yang dilihatnya, sedangkan burung yang dilihatnya itu hanya tiruan dariyang ada dalam dunia idea. Menurut Plato, seni itu tidak begitu penting, kendati karya-karya tulisannya merupakan karya seni sastra yang tidak tertandingi sampai sekarang. Hal ini juga yang kemudian dibantah oleh muridnya Aristoteles
  1. Aristoteles (384-322)
Menurut Aristoteles, keindahan terdiri dari keserasian bentuk yang setinggi-tingginya. Ia tidak mementingkan pemandangan manusia seperti apa adanyadi dalam kenyataan tapi menurut sebagaimana seharusnya. Idea keindahan adalah gambaran dari roh manusia dan keindahan itu bersatu padu dengan akal manusia. Oleh karena itu seni adalah kemampuan menciptakan sesuatu hal atas pimpinan akal.
Hubungan Seni dan Alam
Menurut Aristoteles, seni merupakan tiruan dari alam, tetapi sebenarnya di luar dari alam. Ciri khas seni adalah mengupas alam dari hakekat yang sebenarnya. Menurunkan manusia atau meninggikannya, dan ia merupakan imitasi.
Aristoteles berpendapat bahwakarakter-karakter seniharus tampak lebih baik dari kenyataannya, sehingga karena keindahannya yang luar biasa seolah-olah tidak nyata. Seni itu harus sederhana, sehingga seni itu harus mencari kebaikan dan kesempurnaan. Kedua-duanya ini mencari keaslian dalam sifatnya yang universal dan mutlak (menuju keindahan yang mutlak). Keindahan sebagai sesuatu yang lebih baik juga menyenangkan.
  1. Alexander gottlieb Baumgarten (1714-1762)
Baumgarten adalah filsuf dari Jerman yang mengikuti pendapat Leibiniz (1646-1716).
Baumgarten menbedakan pengetahuan menjadi dua macam, yaitu:
  1. Pengetahuan intelektual
  2. Pengetahuan inderawi
          Pengetahuan intelektual disebut juga pengetahuan tegas, sedangkan pengetahuan inderawi dianggap sebagai pengetahuan yang kabur.
Menurut Baungarten, estetika adalah pengetahuan tentang inderawi yang tujuannya adalah keindahan. Tujuan daripada keindahan adalah menyenangkan dan menimbulkan keinginan. Manifestasi keindahan tertinggi tercermin pada alam, maka tujuan utama dari seni adalah mencontoh dari alam.
Jasa-jasa Baumgarten dalam dunia estetika adalah:
  1. Sebagaimana tadi dikelaskan diatas, dialah yang memperkenalkan istilah Aesthetica. Kemudian mengangkatnya menjadi cabang tersendiri dari filsafat. Pada mulanya istilah Aesthetica tidak disambut olehpara cendikiawan, bahkan ada yang mengecamnya sebagai istilah yang tolol dan tak berguna. Sekarang ini estetika mempunyai kedudukan yang kokoh dan meliputi study filsafat maupun ilmiah.
  2. Mengarang buku yang berjudul “Aesthetica” sebanyak dua jiid.
Walaupun buku tersebut belum selesai ditulis, tetapi mempunyai pengaruh yang besar dalam pertumbuhan dan perkembangan estetika di saat itu.

Baumgarten mengemukakan adanya tiga kesempurnaan yang ada dalam dunia ini:
  1. Kebenaran: kesempurnaan yang diperoleh dengan perantara rasio
  2. Kebaikan: kesempurnaan yang diperoleh dengan moral
  3. Keindahan: kesempurnaan yang diperoleh dengan indera

Periode dogmatis ini adalah periode pertama dalam sejarah perkembangan estetika. Menurut para tokoh-tokoh di periode ini seni merupakan sebuah tiruan(imitasi). Dan keindahan yang mutlak adaah keindahan yang telah mencapai roh/kejiwaan.


Daftar pustaka:
Pustaka utama: Parmono, kartini, Estetik(Filsafat keindahan), Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta, 1982
Pustaka pendukung: Sacrhari, Agus,Estetika; makana, simbol dan daya, Penerbit ITB(ITB Press), Bandung, 2002
Hendrik Rapar, Jan, Pengantar Filsafat, Kanisius,Yogyakarta, 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar