Daftar Blog Saya

Minggu, 01 April 2012

Keajaiban Dan Anugrah

Kau tiba sewaktu dunia dicengkram kegelapan
Ketika yang ada hanyalah gemericik hujan
Kau membewa secercah pijar lentera
Dan kau singgah sembari memberikan terang

Gubuk reot yang dipenuhi tangisan dan rintihan yang kau singgahi
Adalah tempat segala rasa ku bersemayam dalam kepedihan
Senyum ramah mu, mengobati luka mereka dan memberikan ketenangan

Kau bagai keajaiban dan anugrah dari sang pengasih
Hadir mu kembali bangunkan mentari yang telah lama tertidur
Membuat bunga-bunga sudi tumbuh di tanah ku yang tandus

Dan kau adalah takdir, untuk selamanya menetap di sini
Di gubuk reot yang kelak kan menjadi surga kita

Mastono, 18 Maret 2012

Sabtu, 24 Maret 2012

Kajian sisi lain maksiat: Refleksi Mabok Minuman Keras Terhadap Ke-Tuhan-an

9 Desember 2011 pukul 20:22 

Maksiat? Hal itu tentu saja selalu dianggap hal yang negatif dan perbuat yang tidak benar. Dalam pandangan agama maksiat dipandang perbuatan yang berdosa. Dalam agama tentu banyak dalil-dalil yang melarang perbuatan maksiat, yang tak perlu disebutkan atau dicontohkan karena, tentu terlalu banyak.

Di dalam segala sisi buruk maksiat, yang dilarang agama. Hampir setiap orang tidak menyadari refleksi positifnya terhadap ke-Tuhan-an. Untuk membuktikannya, memang diperlukan kajian yang benar-benar harus bijak. Dalam hal ini, akan dibahas maksiat; refleksinya terhadap ketuhanan. Khususnya dalam 'minum-minuman keras' ; apa ada refleksi positif minuman-minuman keras terhadap ketuhan.

Minuman keras, dipandang sebagai barang haram dan bahkan diatur oleh hukum. Perbuatan meminuman-minuman keras dinilai perbuatan berdosa, dan melanggar hukum. Namun dibalik segala sisi buruknya, hal itu mengandung sisi lain yang positif; dalam refleksinya terhadap ketuhanan.

Ketika orang berminuman keras, tidak semua berujung pada efek kejahatan. Karena ternyata banyak juga, orang-orang yang mabok-mabokan(meminum minuman keras) yang disitu; dalam keadaan maboknya tersemat diskusi-diskusi ngalor-ngidul, dari mulai hal kecil hingga kepolitik bahkan mendiskusikan hal yang bersifat ketuhanan. Dalam diskusi itu, mereka mengutarakan pendapatnya tentang ketuhan. Bahkan hingga karena diskusi itu, keyakinannya terhadap tuhan menjadi lebih kuat.

Mungkin jika hanya menghasilkan diskusi ketuhanan saja, masih dianggap biasa. Namun, masih ada hal lainnya. Mereka yang setelah mabok, mengalami perenungan tersendiri. Dan kemudian, mencapai pemikiran rasa bersalah, dan kembali dalam pangkuan; jalan tuhan (tobat). Dari pembeberan tersebut, dapat dilihat sisi positif dari maksiat; refleksi maksiat terhadap ketuhan. Hanya saja, bagaimana mereka yang ber-'maksiat', menyadari hal itu. Dan yang telah menyadari hal itu, agar tidak kembali lagi pada perbuatan dan dunia yang kelam itu(bermaksiat).

Penulis minta maaf.

Kendala Menuju Revolusi Indonesia


13 Desember 2011 pukul 21:20 ·

Sebuah 'revolusi' terasa begitu sulit di negeri ini; banyak pemikiran yang masih terbelenggu 'syukur' atas apa yang ada, dan masih berputarnya individu; sebagai objek perubahan itu sendiri, pada kepentingan masing-masing. Kemudian mengakibatkan sulitnya 'revolusi' di negeri ini.

Setelah 'reformasi' di Indonesia, dinilai telah gagal memperbaiki sistem yang ada pada Indonesia. Sekarang ini, sebagian kalangan mulai menghendaki adanya sebuah 'revolusi'. Revolusi adalah perubahan secara menyeluruh yang terjadi dalam kurun waktu singkat; perubahan tersebut mencakup atas sampai bawah dari segala aspek dan sistem yang ada. Indonesia, kini mungkin telah beranjak pada proses keinginan untuk revolusi; bunuh dirinya seorang Mahasiswa, di depan istana merdeka sebagai ungkapan kekecewaan pada pemerintahan, adalah salah satu contoh, sebuah keinginan menyulut semangat revolusi.

Namun revolusi di Indonesia pun terasa sulit untuk dicapai. Ketika pikiran rakyatnya, masih terpenjara dalam rasa syukur atas apa yang ada tanpa berpikir apa yang salah. Menjadikan rakyat Indonesia kabur untuk berpikir meraih revolusi. Revolusi yang merupakan perubahan menyeluruh pun tentu memerlukan 'kita'; rakyat indonesia, sebagai bagian yang harus juga berubah. Namun dalam kata 'kita' sangat sulit untuk berubah. Kata 'kita' adalah bentuk jamak dari individu. Senyatanya individu-individu rakyat Indonesia pun masih berputar pada kepentingannya sendiri. Sehingga dalam keadaan, ketika seorang individu itu diuntungkan sistem yang ada, mereka enggan untuk menghendaki revolusi tersebut.

Permainan pemerintah, yang juga telah merambat pada tokoh masyarakat lainnya, juga jelas membungkam pikiran menghendaki adanya revolusi. Karena masih berat dalam istilah 'balas budi'. Pemahaman akan pentingnya sebuah pergerakan sebagai pendobrak perjuangan untuk perubahan, pun telah memudar. Rakyat Indonesia hanya menghendaki 'perdamaian', meskipun nyatanya ada dalam belenggu penderitaan.


#Penulis hanya orang awam

Cerita Atas Diri Ku



Samirono, 21 November 2011

Dinding-dinding  dalam hawa dingin
Jendela seakan menari dan pintu bernyanyi
Lantunkan sebuah lagu, untuk sebuah layar
Yang telah lelah karena hadapi tekanan

Poster-poster di dinding dingin itu membisu
Menatap dengan tanya besar pada tumpukan buku-buku
Yang  duduk manis di atas sebuah kardus
Kemudian memalingkan pandangannya  karena malu
Karena malu kepada tas yang menertawakannya

Pena pun perlahan berjalan
Bersama sisa tinta yang ia punya
Perlahan mencoba ucapkan kata pada secarik kertas

Ketika belum usai kata-katanya, tintanya habis
Secarik kertas pun menangis, mengadu pada sajadah
Sedang sajadah pun, sedang dalam rindu

Wajah ini menatap cermin
Botol-botol itu masih saja menyapa
Bersama sebatang  bara yang menarikan asap
Tak ku mau dia mati
Karena aku letih di sini, karena aku dambakan teriakan
Yang telah lama pergi, yang telah lama hilang
Pergi  tinggalkan ku, hilang tinggalkan kisah kita

Saat tangis itu tiada
Kini aku harap tawa itu kembali
Saat cinta pun telah lama mati
Ku harap mampu tuk kembali hidup

Aku perindu, brselimut tirai panggung sandiwara
Yang merindukan semunya, yang ingin semua kembali
Aku memang gelisah, resah melawan cahaya bulan
Aku memang terdiam, diam menahan hasrat tuk lari

Kau pun tau, aku sepi
Hingga ku berdansa bersama sedih dan sesal
Kau pun tau, aku tak mampu dinginkan hati
Hingga aku selalu mengigau di tengah hayalan

Seumpama malam, kita pun menanti mentari
Namun kita pun awan, terlihat indah ketika mentari itu tenggelam

Pasir-pasir itu pun
Mungkin rindukan tapak kaki kita
Ombak itu pun
Mungkin menunngu kita, rindu menerpa kita
Manampah tubuh kita, yang merebah di sana
Angin dan rumput di sana pun
Masih berdendang, berdansa, menunggu kita kembali
Mereka pun bercerita ats diri ku

Tatapan Pemimpi



Samirono,21 Novemer 2011

Dalam tatapan mereka bersuara
Dalam tatapan hasrat mereka ingin menerkam
Tatapan mereka pun siratkan rintihan akan rasa lapar
Cahaya mata mereka lukiskan sejuta harapan

Ketika sebuah janji yang pernah terdengar
Merisaukan ketentraman hati mereka
Tatapan itu kabarkan suara dalam kebisuan
Tatapan itu, pun penantian yang tak kunjung datang

Mata mereka menatap kabut mimpi
Ketika pengidupan mereka terenggut dalam keserakahan
Ketika tatapan mereka pun tak pernah terlihat
Tatapan itu adalah tatapan pemimpipi

Bait-bait doa dalam sujud menatap pilu
Semoga yang dipuja disana mengerti
Agar yang tertawa disana memahami

Mata Kamera



Samirono, 21 November 2011

Aku lebur dalam persemayaman
Membiarkan tatapan berlalu tanpa seucap kata
Aku hening dalam belahan keramaian
Ketika aku terdiam, raut itu masih ada
Membekas dalam rekaman, terlukis dalam bayangan
Aku pun bagai mata kamera, ketika ku rasakan cinta

Sahabat Sepi



Kau hanyalah bara asap
Terus menerus secara perlahan, kau;
Membuat ku semakin kurus
Namun hilang mu, pun sepi bagi ku